Episode 5 : Erlan sangat marah
![]() |
***
Sementara itu di ruang inap Adam. Katrin dan Erika sibuk mengobrol ringan disana dan sesekali tertawa pelan.
Katrin tidak lupa membersihkan wajah suaminya dengan handuk kecil yang sudah rumah sakit siapkan hampir di setiap ruangan inap rumah sakit untuk membersihkan para pasien.
"Bun!" Erika memanggil ibunya dengan pelan.
"Iya, nak." jawab Katrin masih mengelap wajah suaminya lembut menggunakan handuk kecil di tangannya.
"Apa kata dokter?"
Seketika Katrin menghentikan kegiatannya dan terlihat sedih. Tapi, Katrin buru-buru membuang kesedihannya itu agar Erika putri bungsu mereka tidak melihatnya.
"Seperti biasa sayang. Ayah, masih harus di rawat dulu beberapa hari disini."
Katrin tersenyum lembut pada putrinya.
Tapi, jauh di lubuk hatinya wanita yang sedikit lagi berusia 49 tahun ini. Sangat khawatir pada kondisi suaminya.
Ucapan dokter tadi masih sering lewat dalam pikirannya dan itu tentu saja membuatnya semakin khawatir.
Dokter mengatakan penyakit gagal jantung Adam sudah masuk ke tahap yang akut. Itu artinya segala penyembuhan yang mereka lakukan padanya. Tidak akan membuat pria berstatus kepala rumah tangga di keluarga Anggara ini sembuh total.
Dan, penyakitnya benar-benar sembuh dan berhenti menyerang tubuhnya yang semakin lama semakin kurus dan itu jelas sangat membuat keluarga kecilnya merasa sangat mengkhawatirkan kondisinya.
"Alhamdulillah. Tapi, Bund." Erika seketika sedih ketika menyadari kondisi keuangan keluarga mereka yang kebanyakan di topang oleh kedua kakaknya; Erina dan Erlan.
Katrin yang mengerti perubahan pada putrinya itu langsung memeluknya tidak lupa menghibur anak itu tetap semangat menjalani hidup. Terutama fokus pada sekolahnya yang baru beberapa Minggu lalu masuk bangku SMA.
Itu pun atas bantuan Erlan yang dengan tulusnya menyisihkan sebagian gajinya di bengkel Bayu selama hampir setahun dia bekerja para waktu disana. Ketika jam kerjanya di restoran tidak padat.
Dan restoran tempatnya bekerja itu tidak ramai oleh pengunjung.
Disitulah, dia bisa meminta izin ke bengkel ketika ada panggilan dari sahabatnya saat ada mobil masuk yang memang perlu dia perbaiki.
"Kasian, Abang, Bunda. Abang sudah sangat lelah dengan pekerjaannya di restoran selama ini. Rika hanya menambah beban Abang saja." ungkap Erika menangis dalam dekapan hangat ibunya.
"Hei, bukannya Abang sudah mengatakannya jika dia melakukan ini supaya adik kecilnya kakak dan Abang tidak hidup dalam keuangan pendidikan. Kekurangan ekonomi itu sudah tugas Bunda, Kaka dan Abang untuk memikirkannya. Rika hanya perlu fokus sekolah yang giat dan lulus dengan nilai yang bagus." Katrin terus menghibur putri bungsunya.
Memang kehidupan keluarga mereka sangat sulit. Berbeda sebelum Erika hadir dalam keluarga kecil mereka dulu.
Erina dan Erlan waktu itu hidup dalam kecukupan. Erina yang ingin kursus jadi penari pada saat usianya 14 tahun pun itu terpenuhi, meskipun hanya bisa mengikuti kelasnya dua bulan.
Sedangkan Erlan. Erlan justru meminta masuk kursus khusus teknik mesin pada usianya masih 15 tahun.
Meskipun Erina dan Erlan memilih kursi yang berbeda tapi setidaknya pengalaman itulah yang mereka dapatkan saat usia remaja.
Erlan memang sejak kecil sudah sangat menyukai dunia otomotif hingga membuat keinginannya ingin menjadi montir profesional dan pemilik bengkel di kota tempat tinggalnya saat usia dewasa.
"Sudah ya, nak. Tidak usaha menangis nanti Abang datang dan melihatnya." bujuk Katrin sangat sabarnya.
Tidak lupa dia mengelus pundak putrinya lembut untuk membuatnya lebih tenang. Supaya kesedihannya berangsur ikut menghilang.
"Assalamualaikum, bunda, Adek. Abang pul—," ucapan Erlan terhenti saat melihat kedua mata adiknya sembap seperti baru habis menangis.
"Abang." Katrin dan Erika sama-sama terkejut dengan kedatangan Erlan disana.
Bukannya seharusnya Erlan pulang dari kantin lima menit lagi ya. Jika Katrin menghitungnya jika benar putranya ini sarapan di kantin rumah sakit seperti ucapannya sebelum berpamitan tadi.
Erlan segera meletakan tas kreseknya itu asal di atas meja dekat ranjang ayahnya. Setelahnya dia segera mendekati adiknya.
"Dek! Ada apa?" tanya Erlan langsung to the poin.
Erika pun seketika gugup tidak bisa memikirkan alasan apa untuk dia jadikan jawaban atas pertanyaan kakaknya.
"Adek! Tatap Abang. Ada apa? Apakah teman-teman kamu di sekolah tidak mau berteman."
"Mereka menjauhi mu?" berondong Erlan pada Erina.
Sementara Katrin yang melihat betapa Erlan menyayangi Erina hanya bisa tersenyum.
"Bang! Sudah, jangan bersikap berlebihan seperti ini pada adikmu." tegur Katrin pada akhirnya.
"Bunda, siapa yang ingin berlebihan pada Rika. Abang selaku kakaknya jelas harus menjamin keselamatan pada adiknya bukan? Apalagi Erina menangis seperti ini dan pasti itu ada alasannya." Erlan mengeluarkan pembelaannya perihal sikapnya ini yang sedikit berlebihan pada Erina. Adik satu-satunya.
"Abang, Erina sudah besar loh. Tidak perlu Abang jaga seperti ini lagi." sahur Erika menunduk tidak menatap Erlan.
"Astaga, memangnya kenapa jika Abang memperhatikan adik kandung Abang seperti ini, hmm? Apakah ada yang melarangnya?" tambah Erlan lagi.
"Tentu saja." respon Erika lagi.
Tapi kali ini gadis itu sudah mengangkat kepalanya menatap Erlan.
"Hmm," Erlan bingung dengan maksud Erika.
"Pacar Abang tentunya." timpal Erika yang langsung mendapat tawa dari Erlan dan Katrin.
"Dasar, gadis kecil ini. Memangnya siapa yang mau pacaran?" itu Erlan yang bertanya.
"Abang sepertinya belum cerita ya, sayang." sela Katrin di obrolan kedua anaknya.
Erika menatap Katrin penuh tanya.
"Iya. Abang tidak akan berpacaran selama adik kecil kakak dan Abang ini lulus kuliah."
Mendengar jawaban itu membuat Erika membulatkan kedua matanya.
"Apa! Abang bermaksud menyia-nyiakan ketampanan Allah berikan ini hanya demi menjaga Erika begitu?"
Erlan mengangguk.
"Tidak boleh!" Erika seketika tidak menyetujuinya.
Bagaiman dia tega membuat kakaknya ini hidup dalam beban membiayainya selama menempuh pendidikannya sampai sarjana. Tidak! Ini tidak benar.
"Dek, Abang juga sudah mendiskusikan ini dengan Kakak. Kakak awalnya juga tidak menyetujuinya, dek. Tapi, Abang selalu membujuknya dengan menjelaskan perlahan ketika kita sama-sama punya waktu luang saat di rumah." Erlan memegang kedua tangan Erika.
"Sayang, intinya ini Abang lakukan demi masa depan kamu nanti saat ayah dan bunda sudah tidak ada lagi." tambah Katrin mendekati kedua anaknya itu.
"Tidak! Ayah dan bunda tidak boleh pergi kemana-mana selama Erika masih hidup!" teriak Erika tidak terima saat Katrin mengatakan Erlan melakukan ini demi masa depannya saat mereka selaku orang tuanya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tinggal lah, ketiga buah hati mereka yang meneruskan hidupnya masing-masing.
Air mata Erika mengalir sangat deras.
"Hei, Adek. Jangan menangis lagi." Erlan segera memeluk tubuh rapuh Erika erat.
Katrin pun ikut memeluk keduanya dari samping penuh kasih sayang.
Ternyata, Katrin pun meneteskan air matanya saat membayakankan bagaiamana nanti kehidupan ketiga buah hatinya saat dirinya dan Adam sudah Allah panggil.
Bukannya Erika lah yang sangat terpuruk ketika hal itu terjadi nanti pada mereka.
Erlan sepertinya juga sudah bisa melihatnya.
Erika yang memang terlahir jadi anak terakhir di keluarga mereka memang paling cukup sensitif jika sudah menyangkut keluarga.
"Berhentilah menangis, dek." Erlan dengan sabarnya mengelus pundak Erika lembut.
"Cup, cup, cup" Katrin ikut menghibur putri bungsunya tersebut.
Bersambung,,,
Komentar
Posting Komentar