Promise (Episode 1: Gadis aneh)

 


***

Erlan sudah menyelesaikan administrasi, di rumah sakit biasa ayahnya dirawat saat penyakit gagal jantungnya kambuh.


Baru saja berjalan enam langkah, seseorang menegurnya.


"Erlan! Iya, kamu! Kamu Erlan 'kan ya?" tanya gadis yang masih belum yakin jika pria di hadapannya adalah pria yang sama, pria yang dia kenal saat masih SMA dulu.


"Eh—" Erlan juga ikutan bingung mengenali gadis cantik berambut pendek sebatas bahu yang berdiri di hadapannya.


"Hmm .... Tunggu. Kamu beneran Erlan Anggara 'kan, ya? Atau ...." Gadis itu masih yakin dengan penglihatan kedua matanya yang memang tidak mudah melupakan wajah-wajah yang pernah dia temui sebelumnya.


Erlan dibuat semakin bingung dengan tingkah gadis yang belum berkenalan dengannya ini. Bagaimana, tidak? Erlan merasa jika dia tidak pernah bertemu atau pun mengenal gadis ini sebelumnya, lalu kenapa gadis ini mengajaknya berinteraksi seperti sekarang?


"Maaf nih. Sepertinya kamu salah orang. Maaf, saya tinggal dulu." 


Baru saja Erlan ingin mengayunkan kaki meninggalkannya. Gadis itu kembali menghentikan Erlan, tapi kali ini bukan dengan ucapan, melainkan kontak fisik yang dia lakukan pada pergelangan tangan kanan Erlan.


Aksi tiba-tiba gadis cantik itu sedikit membuat kegaduhan, karena kaget Erlan menarik tangannya. Sementara, gadis itu cukup kuat untuk menahan tangan Erlan sehingga menjatuhkan jam tangan Erlan ke lantai.


"Astaghfirullah, hei, apa yang kamu lakukan?" Erlan spontan mengibaskan tangannya cukup keras ke udara. Bersamaan dengan itu Erlan juga tidak lupa memundurkan langkahnya agar tidak terlalu berdekatan dengan gadis itu.


Gadis aneh yang tidak sengaja bertemu dengannya di koridor luar rumah sakit setelah selesai membayar administrasi sang ayah.


"Eh, maaf. Maaf!" Gadis itu bersuara agak pelan dibandingkan sebelumnya, sedikit kaget dengan penolakan Erlan yang memang sedikit kasar terhadap dirinya.


Melihat Erlan sedikit menjaga jarak dengannya, akhirnya gadis aneh itu pun melakukan hal serupa.


Menyadari perubahan pada wajah gadis asing di hadapan, yang tadinya ceria saat awal bertemu  dan sekarang menjadi menunduk sedih. Erlan pun segera meminta maaf karena sudah membentaknya.


"Maaf. Aku tadi nggak bermaksud membentakmu seperti itu. Aku hanya kaget saja dengan aksi kamu barusan. Cewek kok bar-bar?" tutur Erlan mengenai sikapnya yang sedikit kasar tadi.


"Iya. Seharusnya aku yang minta maaf karena sudah buat kamu kurang nyaman tadi," kata gadis cantik itu menyadari sikapnya sendiri yang memang tidak bersikap sopan sejak awal pada Erlan. Pria yang baru dia temui beberapa menit lalu.


Ketika arah pandangan mata Erlan melihat ke arah bangku tidak jauh darinya dan gadis itu  berdiri. Matanya menangkap siluet benda yang amat dia kenali. Sepertinya itu jam kesayangannya, barang pertama yang dia beli menggunakan gaji pertamanya saat bekerja di restoran yang sekarang masih menjadi tempatnya bekerja.


"Jam tanganku." Erlan menyentuh tangannya dan memastikan jam tangannya masih ada di situ. Sayangnya, jam yang dilihatnya sekarang memang jam tangannya yang jatuh saat tarik menarik


Gadis itu ikut menatap ke arah titik yang sama dengan Erlan. 


"Itu jam kamu?" tanyanya yang juga sudah berjalan ke arah Erlan yang kini berjongkok untuk memungut jam kesayangannya dari lantai.


Beruntung jam itu masih berfungsi seperti biasa hanya saja kacanya sedikit retak di beberapa bagian. Hal itu jadi sedikit merusak keindahan dari jam tangan Erlan.


Meskipun harganya tidak terlalu mahal ya, setidaknya barang ini begitu berharga bagi Erlan sendiri.


"Sini jamnya, nanti aku perbaiki dulu." Gadis itu merampas jam Erlan dengan cepat. Dia mendadak panik. "Setelahnya, aku kembalikan nanti. Maaf ya, aku bukan hanya menganggu kamu jadi merusak jam tanganmu." Lanjutnya segera menyimpan jam tangan ke dalam saku celananya.


"Tapi—"


"Hmm .... Oke." Gadis itu berdiri di hadapan Erlan. Wajahnya tersenyum dengan hati-hati. "Sepertinya kita memang tidak saling mengenal satu sama lain ya? Perkenalkan, aku Fiona putri. Kamu?" Akhirnya Fiona memperkenalkan namanya secara resmi pada Erlan, sembari mengulurkan tangan kanannya yang mulus.


Fiona Putri; nama gadis cantik itu. Fiona memang terkenal sangat mampu menghapal berbagai wajah orang yang sempat bertemu dengannya sebelumnya. Entah itu hanya pertemuan tidak sengaja atau memang sempat terlibat obrolan ringan atau serius dengannya sekalipun.


"Iya. Aku Erlan Anggara." Erlan menyambut uluran tangan itu.


"Oke nih, soal jam tangan kamu, besok aku kembalikan ya. Nanti kita ketemunya di cafe rumah sakit belakang saja. Sekalian ada yang ingin aku tanyain juga. Bye," ungkap Fiona sebelum meninggalkan Erlan lebih dulu.


Tidak lupa Fiona melambaikan tangannya ke arah Erlan. Erlan terdiam dia tidak bisa bereaksi dengan tepat atas tingkah Fiona yang masih melihat padanya meskipun sudah semakin menjauh dari tempat Erlan berdiri.


"Fiona Putri? Gadis aneh," kata Erlan tersenyum, kemudian segera pergi dari sana menuju bangsal tempat ayahnya di rawat.


Erlan khawatir ibunya, sudah menunggu sejak tadi di ruangan ayahnya. Semoga saja ayahnya sudah sadar dari pingsan.


Bersambung...

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer