Episode 4 : Karena jam tangan

 


***

Ketika mereka sama-sama menunggu pesanan mereka di antar oleh pramusaji kantin rumah sakit. 


Fiona mengumpulkan keberaniannya mengajak Erlan mengobrol terlebih dulu. Apalagi saat ini jam tangan milik pria tampan itu masih ada padanya.


"Ekhem." 


Fiona sedikit memperbaiki posisinya duduk. 


Tidak lupa gadis itu meluruskan tubuhnya agar bertatapan dengan Erlan langsung. Sepertinya pria ini tidak berniat membuka obrolan terlebih dulu dengannya.


Lihat saja Erlan sejak tadi hanya diam dengan kedua matanya sibuk memperhatikan kondisi sekeliling kantin yang perlahan mulai ramai itu.


"Erlan!" panggil Fiona penuh percaya diri pada Erlan.


Erlan yang mendengar namanya di panggil pun segera menoleh kearahnya. "Iya, ada apa?" tanyanya masih sangat cuek.


Fiona tidak langsung melanjutkan ucapannya begitu mendengar jawaban cuek Erlan itu.


Gadis cantik ini justru sedikit berpikir apakah dia begitu agresif hingga membuat Erlan tidak nyaman saat bersamanya? Semoga saja itu hanya pikirannya sendiri.


"Ada apa?" Erlan kembali melayangkan pertanyaan yang sama pada Fiona.


Karena gadis ini masih bungkam sejak tadi.


"Hmm, apakah kau sungguh tidak mengingatku?" Fiona terlihat begitu meragukan Erlan yang tidak mengingatnya sama sekali setelah pertemuan mereka kemarin.


Karena tidak ingin Erlan menatapnya intens. Fiona memalingkan wajahnya kearah lain asalkan pandangan mereka tidak saling bertemu.


Erlan sedikit memperbaiki jaket Hoodie nya yang sedikit membuatnya tidak nyaman. 


"Tentu saja. Memangnya aku terlihat seperti sedang berakting begitu." kata Erlan penuh percaya diri.


Fiona sedikit menunduk. 


"Sepertinya memang aku yang berharap jika kau itu benar-benar orang yang aku kenal dulu." ucapnya murung.


Dan, Erlan bisa melihatnya dengan jelas bahwa Fiona bersungguh-sungguh mengenalnya tidak seperti seseorang yang sedang berbohong.


"Oh, iya. Apakah jam tanganku sudah kau perbaiki?" Erlan segera mengubah topik obrolan mereka sedikit canggung ini ke jam tangannya yang kemarin tidak sengaja Fiona rusak saat bertemu.


Seketika Fiona langsung membuang pandangannya kearah Erlan. 


"Hmm, oh, iya. Soal jam ini maksudmu." ucapnya sambil memperlihatkan jam tangan Erlan yang masih dia genggam sejak datang.


"Iya. Jam tangan kesayanganku yang kemarin kau rusak itu." ungkap Erlan memperjelas kejadian kenapa jam tangannya bisa berpindah tangan ke Fiona.


"Astaga... Kau pikir aku tidak menempati janjiku begitu?" ketus Fiona tidak terima saat Erlan tidak secara langsung mengatakannya seorang gadis yang tidak patut di pegang pada janji. Ketika sudah membuat janji bertemu dengan orang lain.


Seperti dengannya saat ini. 


"Begitulah." Erlan membenarkan apa yang dia takutkan sebelum datang menemui Fiona disini.


"Dasar, pria penakut!" ejek Fiona begitu mendapat kesempatan membalas mengatai Erlan balik.


"Apa katamu?" tanya Erlan begitu kesal.


Fiona berusaha menahan tawanya tidak keluar sebelum dia benar-benar membuat Erlan bertambah kesal dengannya. "Iya, kau penakut!" jawab Fiona lagi sambil tertawa terbahak-bahak.


Erlan yang tidak terima pun segera menepuk atas meja keras berharap Fiona bisa menghentikan tawanya yang mengejek itu. Tapi, ternyata itu bukan hanya membuat Fiona berhenti menertawakannya, melainkan semua atensi para pengunjung kantin sedang menatap kearahnya. 


"Hei, nak! Kau sedang lapar?" tanya seorang pengunjung kantin yang sedang berdiri dalam antrian tidak jauh dari tempat duduk mereka.


"Jika berantem. Jangan disini berantemnya!" tambah pengunjung lainnya.


"Nak, jika kekasihmu sedang merajuk. Bujuk dia dengan mengajaknya jalan-jalan!" tambah seorang wanita yang menyuapi anaknya makan.


"Maaf semuanya. Kekasih saya memang sedang banyak masalah. Jadi, tolong di maklumi yaa." Fiona segera berdiri meminta maaf pada para pengunjung kantin rumah sakit yang sudah terganggu dengan sikap Erlan menepuk meja barusan.


"Hei! Apa maksudmu?" tegur Erlan pada Fiona.


Dan apa tadi katanya? 


Kekasih? 


Siapa kekasihnya disini? 


Sepertinya gadis ini benar-benar sinting dan tidak bisa melihat sekelilingnya saat ingin beraksi.


"Nak! Untung kamu tampan dan bibi begitu menyukaimu. Jadi, bibi bantu menyelesaikannya." teriak wanita berusia dua kali lipat dari Erlan dan Fiona yang duduknya sedikit di pojokan kantin. 


Erlan seketika bertambah malu begitu mendapati ada wanita lain yang mengagumi ketampanannya dan dengan suka rela mau membantunya menyelesaikan keributan yang sudah dia timbulkan akibat Fiona.


"Baiklah... Tolong semuanya dengarkan aku! Aku mewakili pria tampan di sana, ingin meminta maaf karena sudah memicu keributan kecil tadi. Maafkan ya." 


Begitulah wanita itu meminta maaf pada para pengunjung kantin rumah sakit. 


"Baiklah! Baiklah, kami juga tidak berniat memperpanjang kesalahpahaman ini kok." ucap pria berusia sama dengan wanita tadi dengan suara keras hingga para pengunjung kantin semua bisa mendengarnya.


"Astaghfirullah... Buat malu saja. Sini jam tangannya! Aku pergi!" Erlan mengambil paksa jam tangannya pada Fiona. Lalu segera pergi meninggalkan kantin rumah sakit yang semakin ramai itu menujuh dalam. 


Tidak lupa dia mengambil pesanan ibu dan adiknya tadi di meja kasir kantin dan meninggalkan selembar uang pecahan lima puluh ribu disana.


"Lah, kok kamu pergi! Erlan, bagaiman dengan sarapannya?" Fiona terkejut dengan sikap Erlan yang pergi meninggalkannya sendirian di meja mereka.


Erlan sepertinya sudah terlanjut kesal dengannya. Makanya pria tampan itu memilih segera pergi dari sana dan tidak mau berurusan dengannya lagi.


"Gadis sinting!" gumamnya terus berjalan menyusuri koridor rumah sakit menujuh ruangan inap sang ayah tercinta.



Bersambung,,, 


 

Komentar

Postingan Populer