Episode 3 : Kantin rumah sakit
***
Apalagi ibu dan kedua saudaranya memang sering sekali menjadikannya target untuk dijadikan bahan olok-olokan saat di rumah.
"Nasi goreng kayaknya enak ya?"
"Oke, nasi goreng ya, Bun." Erlan hendak bergerak tapi dihentikan oleh rengekan Erika.
"Abang! Rika tidak ditanyain nih?" gerutu Erika tidak terima ketika dicueki olek ibu dan kakaknya.
"Eh, lupa. Iya, Rika mau apa, nanti Abang belikan sekalian juga bersama pesanan bunda," lanjut Erlan tertawa, karena meras lucu dengan sikap adiknya.
"Dasar Abang durhaka." Erika kesal padanya. "Aku mau roti aja deh, isi apa aja."
"Eh, yang ada, kamu tuh yang durhaka sama abang. Karena sudah sekongkol dengan bunda untuk ngerjain abang tadi," balas Erlan yang langsung mendapat sambutan tawa dari ibu dan adiknya. Erlan memang sering merasa canggung bila dipuji-puji.
Ketiganya pun tertawa terbahak-bahak selama beberapa menit. Setelah merasa sudah puas tertawa, Katrin segera memperingatkan kedua anaknya agar tidak berisik karena ayah mereka masih tidur, lagipula ini rumah sakit. Takutnya suami dan pengunjung rumah sakit akan terganggu dengan kegaduhan yang sudah mereka bertiga ciptakan.
"Sudah-sudah. Nanti ayah kamu bangun, kasian ayah masih perlu banyak istirahat kata dokter." Erlan dan Erika pun menuruti kata ibu dengan menghentikan tawa mereka.
"Ya sudah. Bunda, Abang pergi dulu ya. Kalau butuh sesuatu hubungi Erlan aja ya." Erlan tidak lupa mengingatkan Katrin untuk menghubunginya jika butuh bantuan. Dia akan dengan senang hati melakukannya.
"Iya, sayang. Sudah sana, pergi aja. Hati-hati. Oh, iya. Jangan lupa nasi goreng dan roti pesanan bunda dan adek, ya." Katrin juga tidak lupa mengingatkan pada Erlan soal makanan pesanan mereka supaya Erlan bisa membelikannya saat kembali dari kantin rumah sakit.
Erlan menganggukkan kepalanya lalu mengambil tangan kanan ibunya untuk dia cium sebelum pergi.
"Hati-hati, Bang," kata Erika sudah berdiri tepat di pintu kamar inap ayah mereka. Tidak lupa dia juga melambaikan satu tangannya.
"Iya." Erlan menggeleng kecil sembari tertawa. Ada-ada saja kelakuan Erika, padahal cuma mau pergi ke kantin rumah sakit. Tapi, dia melambai pada Erlan sepenuh hati.
Erlan segera berjalan menuju bangsal berlawanan arah dari tempat ayahnya dirawat. Tidak lupa menanyakan ke orang-orang yang dia temui di koridor rumah sakit ke mana arah menuju kantin rumah sakit. Karena sebelumnya, dia lebih sering makan di luar rumah sakit jika berkunjung demi sang ayah.
***
Terlihat Fiona sedikit gelisah di tempat duduknya. Sejak tadi gadis itu celingak-celinguk mencari kedatangan seseorang yang memang kemarin sudah membuat janji untuk bertemu di kantin rumah sakit.
"Apakah dia tidak akan datang?" Fiona masih berusaha berfikir positif.
Tidak lupa Fiona sesekali merapikan rambutnya yang sering diterpa angin dan mengenai wajahnya. Bisa saja begitu kedatangan orang itu penampilannya malah sudah berantakan, karena suasana yang cukup berangin siang ini.
"Mana sih dia." Fiona kembali melihat jam tangan hitam di tangannya.
Memastikan kembali jika jam tangan itu sudah benar-benar diperbaiki dan tidak ada retakan apapun lagi yang terlihat.
Tidak jauh dari bangku tempat Fiona duduk Erlan baru saja memasuki kantin rumah sakit dan langsung mencari sosok Fiona diantara para pengunjung kantin.
Kebetulan siang itu para pengunjung kantin cukup banyak karena sedikit lagi memang sudah masuk jam makan siang.
"Mas, cari siapa?" serang gadis muda lainnya mendekati Erlan. Dari penampilannya Erlan sudah bisa menebak kalau gadis ini salah satu pramusaji di kantin.
"Eh, iya. Saya ke sini mau ketemu seseorang." Erlan semakin mengedarkan pandangannya ke dalam kantin dan memperhatikan setiap meja yang sudah terisi.
Bukankah Fiona mengajaknya bertemu berdua saja? Jadi, Erlan hanya perlu mencari seorang gadis yang duduk sendiri di bangku kantin saja.
"Kalau boleh tahu siapa namanya, Mas?" Pramusaji itu kembali bertanya.
"Fi-Fiona," jawab Erlan sedikit kurang yakin dengan nama gadis yang ingin dia temui.
"Oh, Mbak Fiona. Memang sering ke sini dia. Itu orangnya kan?" Pramusaji tersebut menunjuk Fiona dan bersamaan dengan itu, ternyata Fiona juga sudah menyadari kedatangan Erlan.
Fiona bergegas berdiri dan menghampirinya.
"Erlan."
"Eh!!!" Spontan Erlan kaget dengan kedatangan Fiona yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.
"Nah. Mbak Fio yang ini ya, Mas." Pramusaji itu memastikan jika Fiona yang berada di hadapan mereka adalah gadis yang ingin Erlan temui.
"Iya." Erlan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Baiklah. Mbak, silahkan duduk dulu. Mau pesan apa ya?"
Tidak lupa pramusaji itu menjalankan tugasnya dengan sangat ramah.
"Erlan, kamu mau apa?" Fiona berbalik melihat Erlan yang berada di belakangnya.
"Kopi susu saja, itu cukup kok," jawab Erlan.
"Mbak, pesan kopi susu 1 dan jus mangga 1 ya. Tolong antar ke meja nomor 7." Fiona tidak lupa mengatakan nomor meja yang akan dia tempati bersama Erlan pada sang pramusaji.
"Baiklah, silakan tunggu sebentar." Setelah mengatakan itu pramusaji segera pergi ke arah dapur kantin, meminta rekannya untuk menyiapkan pesanan Erlan dan Fiona seperti permintaan tadi.
"Ayo, kita duduk di sana." Fiona menunjuk mejanya pada Erlan dan berjalan beriringan.
"Baiklah." Erlan pun patuh pada Fiona dan keduanya sama-sama berjalan menuju meja nomor 7. Meja yang sudah Fiona pilih sebelum kedatangan Erlan ke kantin rumah sakit.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar